Selamat Datang Para Pembaca Setia

Senin, 11 April 2011

Materi POP Bab 2

INTERVENSI.ppt

Read More......

Materi POP Bab 1

Pengembangan Organisasi Publik.ppt

Read More......

Materi KKA Mahasiswa AN FISIP UNS

Kuliah Kerja Administrasi FISIP AN UNS.ppt

Read More......

Proposal MPA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zaman globalisasi saat ini,telah memberikan perubahan dan perkembangan di segala aspek, salah satunya di bidang tekhnologi transportasi. Perkembangan yang pesat di Era abad 21 memberikan kemajuaan di bidang transportasi darat khususnya jumlah kendaraan yang ada cenderung meningkat. Ini bisa berdampak pada meningkatnya kepadatan kendaraan di jalan raya. Otomatis mengakibatkan banyak perilaku masyarakat menjadi sensitive dan agresif sehingga menyebabkan banyak kecelakaan.
Kecelakaan Sepeda motor yang terjadi di Indonesia membuat pihak Kepolisian menerapkan program atau aturan wajib menghidupkan lampu utama pada siang hari bagi pengendara bermotor yang tertuang dalam undang-undang lalu lintas (UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan).
Budaya cara berlalu lintas di negeri ini belum mengarah pada kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah yang bertujuan menekan angka kecelakaan di jalan karena perilaku cara mengemudi yang tidak wajar menyebabkan tingkat kecelakaan semakin tinggi.
Proyeksi yang dilakukan WHO antara tahun 2000 dan 2020 menunjukkan, kematian akibat kecelakaan lalu lintas akan menurun 30 persen di negara-negara dengan pendapatan tinggi, tetapi akan meningkat di negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Tanpa adanya tindakan yang nyata, pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab kecelakaan dan penyakit nomor tiga di dunia. (Astaqauliyah.com). Sedangkan di Kota Surakarta terdapat data jumlah kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 484 kasus yang terhitung dari Januari sampai dengan September 2009, diantaranya korban meninggal dunia sebanyak 7 jiwa, korban luka berat 1 jiwa, dan luka ringan 543 jiwa. (Satlantas Poltabes Surakarta).
Melihat Data kasus kecelakaan yang ada di kota Surakarta saat ini yang semakin meningkat dari tahun ketahun, masih banyak masyarakat tidak paham akan tujuan dari program light on, masih kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya manfaat dari program ini. Aturan baru yang dikeluarkan polisi, yaitu menyalakan lampu utama Sepeda motor pada siang hari apakah efektif jika di kaitkan dengan indicator efektivitas itu sendiri yakni efisiensi, adil, mengarah pada insentif, dapat diterima public dan mempunyai moral. Sebagian masyarakat ada yang beranggapan, lampu gunanya untuk penerangan, jika sudah terang untuk apa lampu, sinar matahari jauh lebih terang dari sinar lampu motor. Bisa di bayangkan apabila satu sepeda motor menyala pada siang hari saja, pemanasan bumi akan bertambah 25 watt, kalau satu juta motor, panas yang dikeluarkan ialah 25.000.000 Watt dan hal tersebut cukup untuk membakar rumah. Itulah distribusi panas yang ikut melehkan es di kutub, menambah tinggi air laut, dan berhubungan dengan perubahan iklim. Kalau sepeda motor di jalan selama siang hari atau 6 jam maka energi yang dikeluarkan adalah 6 x 25000.000 = 150.000.000 Wat/hwr.
Dunia memfokuskan dampak pemanasan global, namun masyarakat beranggapan polisi mengeluarkan aturan yang tidak simpatik, tidak prihatin dengan hal itu. Disamping itu bagi pemilik kendaraan, Lampu kendaraan yang mestinya berumur 6 bulan akan menjadi tiga bulan bahkan lebih cepat mati. Selain pemborosan energi dan membuat mata silau terkena kilatan cahaya lampu utama sepeda motor yang dinyalakan pada siang hari itu, dan ini sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan tambahan, karena pada saat mata silau dengan kilatan cahaya lampu sepeda motor, mata akan terpejam secara otomastis selama beberapa detik, dan kondisi inilah yang menyebabkan rawan akan kecelakaan karena kemudi sepeda motor tidak terkendali saat mata terpejam. Sebenarnya kewajiban bagi sepeda motor menyalakan lampu utama di siang hari ditujukan bagi keselamatan pengendara itu sendiri, tetapi memang tidak cocok diterapkan di Indonesia karena populasi sepeda motor yang besar sekali (jauh lebih besar dari populasi mobil).
Oleh karena itu penulis menetapkan “Efektivitas Kebijakan Light On Pada Sepeda motor di Surakarta” sebagai judul penelitian.

B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah, Apakah efektif Kebijakan Light On Pada Sepeda motor di Surakarta ?


C. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah Mendeskripsikan secara mendalam tentang keefektifan Kebijakan Light On Pada Sepeda motor di Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini di harapkan mampu memberikan manfaat yang baik bagi aparatur Lalu lintas yang bersangkutan ataupun masyarakat luas. Adapun manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis ini di harapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi input yang berguna bagi pembuatan keputusan, peningkatan pelaksanaan tugas-tugas kepolisian dan keberhasilan program-program berikutnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang keefektifan Kebijakan Light On Pada Sepeda motor di Surakarta.
Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi pihak Kepolisian Direktorat Lalu Lintas atau Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan yang terkait dengan keefektifan kebijakan Light on pada Sepeda motor di Surakarta.

BAB II
LITERATUR REVIEW DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Literatur Review
1. Efektivitas Kebijakan
Menurut Richard M. Steers (1985), efektivitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output). Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Hendry, dkk (dalam Samodra W;1994) mengemukakan beberapa kreteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas program d kebijkan yaitu: (1) waktu pencapaian (2) tingkat pengaruh yang diinginkan (3) perubahan perilaku masyarakat (4) pelajaran yang diperoleh para pelaksana proyek (5) tingkat kesadaran masyarakat akan kemampuan dirinya.
Suatu program yang tidak mengarah pada kreteria-kreteria tersebut dipandang tidak efektif. Melalui beberapa kreteria yang telah disebutkan tadi, menjelaskan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program juga merupakan suatu proses belajar bagi para pelaksana sendiri. Selain itu juga proses pelaksanaan program yang dilakukan pemerintah semestinya mengarah ke peningkatan kemampuan masyarakat dan juga dipandang sebagai usaha penyadaran masyarakat.
Untuk menilai keefektivitasan suatu kebijakan dapat dilihat dari indikator-indikator mengenai kefektivitasan suatu kebijakan. Dimana menurut Ramdan dkk (2003) ukuran efektivitas kebijakan meliputi:
1. Efisiensi : Suatu kebijakan harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya secara optimal.
2. Adil : Bobot kebijakan harus ditempatkan secara adil yaitu kepentingan publi tidak terabaikan.
3. Mengarah kepada insentif : mengarah kepada tindakan dalam perbaikan dan peningkatan sasaran yang sudah ditetapkan
4. Dapat diterima oleh publik
5. Mempunyai moral : Yaitu suatu kebijakan harus dilandasi dengan moral yang baik.
Suatu kebijakan dapat dilihat/dinilai apakah tujuan atau program sudah tercapai. Hal ini senada dengan pendapat Wibawa (1994) yakni suatu kebijakan bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh arena itu, evaluasi kebijakan pada adasarnya harus bisa menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya telah dapat mendekati tujuan.

2. Implementasi Kebijakan
Salah satu proses dalam kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2004) implementasi kebijakan adalah : “Those action by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievenent of objectives set forth in prior policy decisions.” (Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang dilakukan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).
Hampir senada dengan pendapat diatas, Ripley dan Fraklin (dalam Dunn, 2003) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi menyangkut tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.
Nugroho (2003) menyatakan bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan publik terdapat dua pilihan langkah, yaitu langsung mengimplementasikannya dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Dengan demikian implementasi merupakan wujud tindakan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, implementasi merupakan proses yang penting dalam suatu kebijakan publik dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut.
Suatu keberhasilan dapat dipengaruhi oleh model-model dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Salah satu model implementasi yaitu ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut (menurut Grindle dalam Riant Nugroho 2009).

3. Evaluasi Kebijakan
Suatu kebijakan dapat dinilai keberhasilan atau kegagalan berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan. menurut William N. Dunn (1999: 608) manfaat hasil kebijakan dimana nilai manfaat bagi penilaian atas penyelesaian masalah, maka hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan dan sasaran bagi evaluator, secara khusus dan pengguna lainnya secara umum. Ada tiga fungsi dari evaluasi kebijakan :
1. Evaluasi kebijakan haus memberi informsi yang valid yang dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Kinerja kebijakan yang dinilai dalam evaluasi kebijakan meliputi : (1) seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dapat dicapai melalui tindakan atau program. Dalam hal ini evaluasi kebijakan mengungkapkan seberapa jauh tujuan – tujuan tertentu telah dicapai. (2) apakah tindakan yang ditempuh oleh implementing agencies sudah benar – benar efektif, responsif, akuntabel dan adil. (3) bagaimana efek dan dampak dari kebijakan itu sendiri dalam hal ini evaluator kebijakan harus memberdayakan output dan outcome yang dihasilkan dari suatu implementasi kebijakan.
2. Evaluasi kebijakan memberi sumbangan kepada klarifikasi dan kritik terhadap nilai – nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
3. Evaluasi kebijakan berfungsi sebagai sumbangan pada aplikasi metode - metode analisis kebijakan lainnya.
Sedangkan Evaluasi kebijakan menurut Weiss (1972) dalam Joko Widodo (2007) menyebutkan bahwa evaluasi kebijakan publik mengandung unsur penting diantaranya : (1) Untuk mengukur dampak dengan bertumpu pada metodologi riset yang digunakan. (2)Dampak tadi menekankan pada suatu hasil dari efisiensi, kejujuran, moral yang melekat pada aturan – aturan atau standar. (3) Perbandingan antara dampak dengan tujuan menekankan pada penggunaan kriteria yang jelas dalam menilai bagaimana suatu kebijakan telah dilaksanakan dengan baik. (4) Memberikan kontribusi pada pembuatan keputusan selanjutnya dan perbaikan kebijakan pada masa mendatang sebagai tujuan sosial dari evaluasi.

4. Penelitian Terdahulu
TABEL 1
No Judul Nama Temuan Kelebihan Kekurangan
1 Daytime running light for motorcycle Michael Paine Standart lampu untuk lights-on
Tidak memperhitungkan peningkatan konsumsi bahan bakar
Kurang memperhitungkan cuaca,
2 Saving (car driver) live with daytime running lights Federation of European of motorcyclists association memperpanjang pengujian dan pelatihan pengendara sebagai cara untuk mengurangi angka kecelakaan
Pentingnya pemeriksaan penglihatan secara teratur Memperhitungkan biaya dan dampak dari lingkungan penggunaan lampu di siang hari. Tidak mempertimbangkan perilaku manusia sebagai penyebab kematian di jalan
Sikap dan Tindakan Masyarakat tentang peraturan Light On Di wilayah Hukum Lalu lintas Kartasura Rikky Agung Nugroho Sikap masyarakat ada yang pro dan kontra terhadap peraturan ini, karena masyarakat kebanyakan menilai dari sisi positif dan negatif. bisa memaatkan sumber-sumber informasi dari perilaku sikap dan tindakan masyarakat penegndara terhadap peraturn light on sehingga kami mendapatkan data sementara bahwa memang program Peraturan Light On ini benar-benar ada, Penelitian ini belum melihat dari segi implementornya.
Kinerja Kepolisian dalam Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas di Sukoharjo. Cintya Ayu P.S., kinerja kepolisian dalam penanganan kecelakaan, dengan menggunakan indikator kinerja dikatakan belum maksimal Bisa melihat kinerja kepolisian dari hasil penelitian ini dengan indikator yang dipakai



B. Kerangka Pemikiran
Efektifitas kebijakan = kesesuaian antara tujuan dengan hasil
Tujuan Kebijakan Ligtht-on -> Pelaksanaan Kabijakan Lights-on ->Hasil setelah dilaksanakanya kebijakan Lights-on

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan :
1. Sikap pelaksana
2. Komunikasi
3. Sumber daya
4. Kepatuhan, serta
5. Daya tanggap kelompok sasaran

Efektivitas menurut Ramdan dkk :
1. Efisiensi
2. Adil
3. Mengarah pada Insentif
4. Dapat diterims publik
5. Bermoral

Kemajuan teknologi tansportasi sangat membantu manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Semakin majunya teknologi tranportasi akan membuat pekerjaan manusia lebih cepat dan mudah. Jarak jauh dapat ditempuh dengan waktu yang singkat sehingga akan menghemat waktu manusia dalam melakukan pekerjaan. Selain itu, kemajuan teknologi akan berdampak pada peningkatan kendaraan bermotor di jalan raya sehingga menyebabkan kapadatan arus lalu lintas di jalan raya.
Padatnya arus lalu lintas yang berada di jalan membuat semakin meningkatnya angka kecelakaan yang terjadi. Tingginya angka kecelakaan yang terjadi membuat pemerintah menerapkan program atau aturan wajib menghidupkan lampu utama pada siang hari bagi pengendara bermotor yang tertuang dalam undang-undang lalu lintas (UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan).
Berdasarkan undang-undang lalu lintas No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menetapkan bahwa setiap kendaraan bermotor harus menyalakan lampu pada siang hari guna mengurangi angka kecelakaan yang terjadi. Namun kenyataanya, angka kecelakaan lalu lintas masih tinggi bahkan meningkat.
Untuk mengukur efektivitas kebijakan lights on dilihat dari bagaimana kebijakan itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas itu tercapai ketika kebijakan itu mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangkan panjang maupun misi organisasi itu. Adapun faktor-faktor efektivitas yang digunakan untuk mengukur implementasi kebijakan lights on yaitu : Efisiensi, Adil, Mengarah pada Insentif, Dapat diterima publik, dan Bermoral.

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan beberapa aspek sebagai teknik atau cara menjawab permasalahan penelitian dan mencapai tujuan penelitian. Aspek dimaksud meliputi:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan di lakukan di Dinas Perhubungan kota Surakarta dan Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS) Kota Surakarta. Kedua Instansi tersebut ya

2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Kebijkan Light On Pada Sepeda motor di Surakarta. Menurut McNabb (2002), penelitian kualitatif merupakan “a set of nonstatiscal inquiry techniques and processes used to gather data about social phenomena”. Dengan demikian penelitian kualitatif merupakan pengumpulan data mengenai fenomena sosial tanpa teknik statistik. Hal ini sesuai dengan penndapat Sugiyono (2009) bahwa penelitian kualitatif dituntut untuk menguasai teori yang luas dan mendalam, namun melaksanakan kualitatif, peneliti kualitatif harus mampu melepaskan teori dimiliki tersebut dan tidak digunakan sebagi panduan penelitian.

3. Rancangan Penelitian
Rancangan / desain penelitian ini adalah desain studi kasus dengan melakukan kajian secara mendalam terhadap kebijakan/program, implementasi kebijakan dan unit yang lain yang berkaitan dengan obyek yang akan diteliti.

4. Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling dibagi menjadi tiga jenis yaitu purposive sampling, time sampling, dan snowball sampling. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposif (purposive sampling). Menurut Patton dalam Sutopo (2002) purposive sampling merupakan teknik dimana peneliti memilih informan yang dianggap paling tahu, sehingga kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan peneliti dalam memperoleh data.

5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan denngan menggunakan tiga teknik pengumpulan sebagai berikut:
a. Observasi: pengamatan terhadap fenomena sasaran penelitian dan terjun langsung ke lokasi penelitian.
b. Studi Dokumentasi (telaah dokumen): Kajian terhadap semua dokumen yang berkaitan dengan topik dan objek penelitian baik bersumber dari buku, jurnal, serta dokumen terkait lainnya.
c. Wawancara: melakukan wawancara kepada kelompok sasaran dalam hal ini pelaksana dan penerima manfaat kebijakan, dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan.

6. Validitas Data
Validitas data dilakukan agar data yang sudah digali, dikumpulkan dan dicatat dapat dibuktikan kebenaran dan keabsahannya sebagai data penelitian. Teknik yang digunakan untuk validitas data dalam penelitian adalah teknik trianggulasi. Menurut dalam Sutopo (2002) terdapat empat macam teknik trianggulasi yaitu (1) trianggulasi data, (2) trianggulasi peneliti, (3) trianggulasi metodelogis, dan (4) trianggulasi teoritis. Dalam penelitian ini teknik validitas data yang digunakan adalah teknik trianggulasi data (sumber) yaitu pengumpulan data sejenis dari sumber data yang berbeda.

7. Analisis Data
Teknik analisa data penelitian ini dirancang menggunakan model analisa interaktif. Menurut Sutopo (2002) pada model analisa interaktif peneliti bergerak dalam tiga komponen analisis selama kegiatan pengumpulan data berlangsung sampai dengan kegiatan tersebut selesai. Ketiga komponen analisis tersebut meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Lebih jelas mengenai proses analisis data menggunakan model analisa interaktif tersebut dapat dipahami dalam gambar/bagan dibawah ini:
Gambar 1. Model Analisa Interaktif







Sumber: Sutopo (2002)
I. Jadwal Kegiatan
Pelaksanaan penelitian meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan disusun dalam jadwal pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:

Tabel 1: Rancangan Jadwal Kegaiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan Kegiatan Keterangan
1 2 3 4 5
1. Penyusunan Proposal XX Ketua/Anggota/Dosen Pembimbing
2. Penyusunan Instrumen dan Ijin Penelitian XX Ketua/Anggota/Dosen Pembimbing
3. Pengumpulan Data XXXX XX Ketua/Anggota/Dosen Pembimbing
4. Analisis Data XX XX Ketua/Anggota/Dosen Pembimbing
5. Penyusunan Laporan XX XX Ketua/Anggota/Dosen Pembimbing
6. Evaluasi dan Diseminasi Hasil XX Ketua/Anggota/Dosen Pembimbing
Keterangan : Permulaan Bulan Kegiatan Disesuaikan dengan Jadwal Penerimaan Anggaran Pelaksana Kegiatan.

Daftar Pustaka

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Edisi Kedua (Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: . P.T. Elex Media Komputindo
__________. 2009. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Prof DR sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D, CV ALFA BETA, 2009, bandung
McNabb, David E. 2002. Research Methods in Public Administration and Nonprofit Management Quantitative and Qualitative Approach. Armonk-New York : M.E. Sharpe, Inc
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian Surakarta: UNS Press.
Steer, Richard. 1985. Efektifitas Organisasi (kaidah perilaku). Jakarta: Airlangga.
Wahab, Solichin. Analisis Kebijaksanaan Negara.
Ramdan, H., Yusran dan D. Darusma. 2003 Pengelolaan sumberdaya alam dan otonomi daerah: Prespektif Kebijkan dan evaluasi ekonomi. Alqaprint. Bandung
Wibawa, Samodra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo Persada
www. Dishub-surakarta.com terdapat pada http://dishub-surakarta.com/page/14532/dishub-surakarta.html diakses tangga 2 April 2011
www. Wirasabha.com terdapat pada http://www.wirasabha.web.id/satuan-lalu-lintas-polri Diakses Tanggal 2 April 2011
www. Astaqauliyah.com terdapat pada http://astaqauliyah.com/2007/03/fenomena-vii-siapa-bilang-sehat-itu-gampang/ diakses pada tanggal 2 April 2011

Read More......

RESEARCH DESAIN MPA

RANCANGAN PENELITIAN
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN LIGHT ON PADA SEPEDA MOTOR DI SURAKARTA

A. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumusan masalah :
“Apakah efektif Kebijakan Light On Pada sepeda motor di Surakarta ?”

B.Lokasi Penelitian
Dalam penelitian Efektivitas Kebijakan Light On pada Sepeda motor Di Surakarta, peneliti mengambil lokasi di Dinas Perhubungan kota Surakarta dan Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS) Kota dengan alasan :
1. Dinas Perhubungan merupakan Dinas yang menangani angkutan jalan di Kota Surakarta.
2. Tersedianya data yang mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh kedua organisasi tersebut
3. Dilihat dari fungsinya masing-masing:
1) Fungsi Lantas adalah Penyelenggaraan tugas pokok POLRI bidang Lalu Lintas dan merupakan penjabaran kemampuan teknis professional khas Kepolisian, yang meliputi : Penegakan Hukum Lantas (Police traffic Law Enforcemen)
2) Pendidikan Masyarakat tentang Lantas ( Police Traffic Education
3) Ketekhnikan Lantas ( Police traffic Engineering )
4) Registrasi/Identifikasi Pengemudi dan Kendaraan ( Driver and Vehicle Identification )
5) Fungsi Dishub adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas, angkutan dan teknis sarana dan prasarana.
6) Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi, dan pelaporan.

C. Waktu Pelaksanaan
Dalam penelitian Efektivitas Kebijakan Light On pada Sepeda motor di Surakarta, penelitian akan dilaksanakan dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Pada Minggu I : Penyusunan proposal penelitian
Penyusunan instrumen dan ijin penelitian
2. Pada Minggu II : Pengumpulan data-data
3. Pada Minggu III : Pengumpulan data dan analisis data
4. Pada Minggu IV : Analisis data dan Penyusunan laporan
5. Pada Minggu V : Penyusunan laporan, evaluasi dan diseminasi laporan

D. Nara Sumber
Data akan diperoleh dari nara sumber :
1. Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta
2. Kepala Satlantas Kota Surakarta
3. Pengguna sepeda motor di Kota Surakarta
4. Polisi Lalulintas Kota Surakarta

E. Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara berupa tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan dilandaskan pada tujuan penelitian. Tanya jawab ini dilakukan langsung dengan nara sumber, dalam hal ini petugas atau pejabat di lingkungan Dinas Perhubungan Kota Surakarta .
2. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan cara mendatangi lokasi penelitian untuk melihat secara langsung mengenai kegiatan yang ada dan sedang berlangsung. Dalam penelitian ini digunakan observasi tak berperan atau teknik observasi non partisispasi, dimana peneliti tidak terlihat secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian.
3. Studi Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melalui pencatatan dokumen-dokumen, arsip, formulir, dan lain-lain. Teknik ini dipakai untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang diambil dari beberapa sumber.

F. Teknik Analisis
Analisa data yang dipergunakan adalah model interaktif. Model ini di dalamnya terdapat tiga komponen utama yaitu :
1) Data reduksi
Merupakan bagian dari analisis. Suatu bentuk analisis yang mempertegas atau memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.
2) Sajian data
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis tindakan lain berdasar pengertian tersebut.
3) Penarikan kesimpulan
Dalam pengumpulan data, peneliti harus sudah mulai mengerti arti dari hal-hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturanperaturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi konfigurasi yang mungkin, dan proposisi-proposisi. Tetapi peneliti juga harus bersikap terbuka. Kesimpulan yang dibuat awalnya kurang jelas, kemudian semakin meningkat secara eksplisit dan memiliki landasan yang kuat (H.B Sutopo, 2002: 91)
Gambar 1. Model Analisa Interaktif
Pengumpulan Data
Penyajian Data

Reduksi Data
Kesimpulan-kesimpulan :
Penarikan/verifikasi



Read More......

Pengembangan Organisasi Publik "Intervensi"

Di dalam sistem Kepegawaian Negara dikenal adanya beberapa satuan organisasi sebagai berikut:
1. Badan Pemeriksa Keuangan(BPK)
2. Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP)
3. Inspektorat Jenderal Departemen
4. Satuan Pengendalian Internal (SPI)
5. Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat)
6. Bina Aparatur Pemerintah (Binap)
Pertanyaan :
1. Apakah semua satuan organisasi pemerintah tersebut melakukan intervensi dalam organisasi pemerintah?
2.Dapatkah mereka itu semua disebut sebagai konsultan, bahkan sebagai intervenor? Jelaskan sesuai dengan fungsinya masing-masing!
Jawab
1.Sebelum menjawab pertanyaan tersebut,saya akan memberikan pengertian apakah intervensi itu, Intervensi merupakan kegiatan yang mencoba masuk ke dalam suatu system tata hubungan yang sedang berjalan, hadir berada di antara orang-orang, kelompok ataupun suatu objek dengan tujuan untuk membantu mereka (Argyris:1970). Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa intervensi merupakan langkah positif yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk masuk memberikan bantuan kepada organisasi lainnya yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan sebuah diagnosis untuk mengetahui permasalahan apa yang ada di organisasi yang akan diintervensi dan menentukan apa tujuan yang akan dicapai dalam melakukan intervensi yang tentunya untuk mendapatkan sebuah perubahan yakni perubahan ke arah yang lebih baik. Semua organisasi pemerintah tersebut menurut saya melakukan intervensi terhadap organisasi pemerintah yang lain, karena dalam sebuah tatanan pemerintah organisasi yang ada pastinya memiliki hubungan timbal balik dengan organisasi pemerintah yang lain, baik dalam hubungan individu,antar individu, Kelompok, Antar kelompok, maupun organisasi secara keseluruhan.
2. Dipahami dari fungsi konsultan,yakni membantu seorang klien (manajer) memahami peristiwa/ proses yg harus ditangani, mungkin menyangkut : alur kerja, hubungan informal, saluran komunikasi formal dan untuk memberikan kepada klien wawasan ke dalam, apa yang terjadi di sekitarnya, dalam dirinya, dan antara dirinya dengan orang lain. Juga memandu/memberi nasihat kepada klien/organisasi untuk memecahkan masalah tugasnya sendiri.
Maka Satuan organisasi diatas bisa dapat dikatakan sebagai konsultan/intervenor, dikarenakan satuan organisasi diatas mempunyai fungsi sebagai pengatur dan pengawas.
Dilihat dari fungsi-fungsinya:
1. Badan Pengawas Keuangan (BPK)
Fungsi BPK menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjungjung tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
2. Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP)
Fungsinya: Melaksanakan pengawasan keuangan dan pembangunan serta penyelenggaraan akuntabilitas di daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (www.bpkp.go.id).
3. Inspektorat Jenderal Departemen
Fungsinya: melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dilingkungan departemen, dengan melihat (pengawasan) kinerja, keuangan, dll.
4. Satuan Pengendalian Internal (SPI)
Pembentukan Bagian Satuan Pengawasan Internal (SPI) didasarkan :
Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bahwa :
(1) Pada setiap BUMN membentuk Satuan Pengawasan Internal yang merupakan aparat pengawas internal perusahaan yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Atas permintaan tertulis Komisaris/Dewan pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Internal. (2) Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.
Peraturan Pemerintah Nomor. 3 Tahun 1983 pasal 45, bahwa pada setiap BUMN dibentuk Satuan Pengawasan Internal yang merupakan aparatur pengawasan internal perusahaan. Satuan Pengawasan Internal dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.
Peraturan Pemerintah Nomor. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan, bahwa :
(1) Pada setiap Perseroan dibentuk Satuan Pengawasan Internal.
(2) Bagian Satuan Pengawasan Internal dipimpin oleh Kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
(3) Bagian Satuan Pengawasan Internal bertugas membantu Direktur Utama dalam melaksanakan audit keuangan dan operasional serta menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya dan memberikan saran-saran perbaikan.
(4) Direktur Utama memberikan keterangan mengenai hasil audit atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Internal kepada Komisaris, atas permintaan tertulis dari Komisaris.
(5) Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala yang dikemukakan dalam setiap Laporan Hasil Audit yang dibuat oleh Bagian Satuan Pengawasan Internal.
6.Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat)
Fungsinya: memberikan pertimbangan kepada Pejabat yang berwenang dalam rangka pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil.
Dilihat dari fungsi setiap organisasi pemerintah di atas bisa dikatakan sebagai konsultan/intervenor,karena jelas fungsi yang ada semuanya memiliki keterkaitan dengan organisasi pemerintah yang lain untuk memberikan pengaruhnya untuk memberikan intervensinya yang tujuanya untuk melakukan perubahan dalam hal kebaikan,yang mungkin belum semua organisasi pemerintah sudah berjalan dengan baik. Dari situlah organisasi pemerintah diatas bisa dikatakan intervenor karena telah melakukan intervensi kepada organisasi pemerintah yang memiliki keterkaitan kerja.


DAFTAR PUSTAKA
Miftah Thoha, Pembinaan Organisasi Proses Diagnosa dan Intervensi, Jakarta, Fajar Interpratama Offset, 2003.
Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai, www.bppk.depkeu.go.id/web. 2008
www.bpkp.go.id Terdapat Pada http://www.bpkp.go.id/index.php?idunit=30&idpage=1145 diakses tanggal 03-April-2011.
Handout Mata kuliah Pengembangan Organisasi Mengenai INTERVENSI, Drs. Susartono, SU. Universitas Sebelas Maret.

Read More......

Budaya Korporat

Defini Budaya
Sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjasi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu (stoner,dkk).
Sedangkan menurut Krech (dalam Graves, 1986) Budaya adalah Sebagai suatu pola semua susunan, baik material maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalm memecahkan masalah-masalah para anggotanya.
Definisi Budaya korporat
Budaya korporat atau juga sering dikenal dengan istilah budaya kerja, merupakan nilai-nilai dominan yang disebarluaskan di dalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan
Menurut pendapat Schein (1985), budaya korporat mengacu ke suatu system makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi-organisasi lain.
Sedangkan menurut Robbins (1990) Budaya korporat juga sering dimaknakan sebagai filosofi dasar yang memberikan arahaan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah.
Tujuh karakteristik budaya organisasi menurut Robbins (2001) sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko (attention to detail);
2. Perhatian terhadap detail (attention to detail);
3. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation)
4. Berorientasi kepada manusia (people orientation);
5. Berorientasi tim (team orientation);
6. Agresif (aggressiveness);
7. Stabil (stability).
Secara menyeluruh dapat disimpulkan bahwa budaya korporat adalah system nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai system perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Fungsi Budaya Korporat
Fungsi budaya korporat adalah sebagai perekat social dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya korporat ini juga dapat berfungsi sebagai control atas perilaku para karyawan.
Dinamika Budaya Korporat
Beberapa unsur budaya korporat yang terbentuk dapat ditentukan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Lingkungan usaha, lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai keberhasilan.
2. Nilai-nilai, merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi.
a. Panutan atau keteladanan
b. Upacara-upacara (rites atau ritual)
c. Network
Sosialisasi budaya kepada karyawan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang dinilai berhasil, yaitu melalui :
1. Cerita
2. Ritual
3. Lambing materi
4. Bahasa
Kekuatan budaya korporat
Setiap organisasi memiliki budaya tersendiri yang bersifat spesifik dimana setiap organisasi tersebut mempunyai kepribadian yang khas. Menurut Jusi (2000), budaya yang kuat didukung oleh factor-faktor leadership, sense of direction, climate, positive teamwork, value add system, enabling structure, appropriate competences, and developed individual. Budaya yang kuat dank has sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisai (Hofstede, 1980).
Schein (dalam Gibson dkk., 2000) membagi budaya dalam tiga tingkatan berikut :
1. Artifact; adalah hal-hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan jika seseorang berhubungan dengan sebuah kelompok barudenghan budaya yang tidak dikenalnya. Artifact termasuk produk, jasa, dan bahkan tingkah laku anggota kelompok.
2. Nilai-nilai yang didukung (espoused values); merupakan alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakan. Budaya sebagian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung kembali ke penemu budaya.
3. Asumsi yang mendasari (underlying assumptions); adalah keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota organisasi. Budaya untuk menetapkan cara yang tepat, dalam melaksanakan sesuatu di sebuah organisasi, sering kali melalui asumsi yang tidak diucapkan.

Contoh manajemen korporat pada Bank Mandiri
Nilai-nilai Budaya Bank Mandiri
Bank Mandiri memiliki misi untuk menjadi bank yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar serta memberikan keuntungan maksimal bagi stakeholder dengan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Selain dari itu, Bank Mandiri berusaha menjadi bank yang dikenal karena mematuhi standar praktek perbankan internasional dalam hal corporate governance.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Mandiri telah menanamkan nilai-nilai transparansi, independensi, akuntabilitas, tanggung jawab dan keadailan melalui berbagai program sosialisasi kepada seluruh jajaran bank. Penjabaran atas prinsip corporate governance yang baik telah dilakukan antara lain dengan menuangkan nilai-nilai tersebut ke dalam Visi dan Misi Bank Mandiri, kebijakan Good Corporate Governance, Code of Conduct, Pernyataan Tahunan dan “Perilaku 3 Tidak (3 NO Behaviors)” yang telah lama dijalankan. Struktur dua lapis memberikan keseimbangan yang baik anatara Direksi dan Komisaris, yang sesuai dengan representasi kepentingan stakeholder dan pemegang saham yang saat ini mayoritas ada di tangan pemerintah, namun pada pertengahan tahun 2003, 20% saham telah dimiliki oleh publik. Representasi yang adil di atas kepentingan pemegang saham minoritas menjadi kunci penting setelah IPO.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, Bank Mandiri mengatur adanya larangan perangkapan jabatan bagi Direksi dan Komisaris yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan Bank.
Perbaikan kinerja Bank Mandiri dilakukan dengan perbaikan menyeluruh, dengan orientasi kepada pelanggan. Budaya pelayanan, peningkatan omset dan perbaikan kualitas kredit dilakukan secara bersama-sama. Berdasarkan survai independent oleh MRI, Bank Mandiri menduduki peringkat 3 sebagai bank dengan pelayanan terbaik dari 11 bank di Indonesia pada tahun 2004.

Penjabaran dari panduan tentang nilai-nilai budaya tersenut juga diberikan kepada semua karyawan, yang secara ringkas adalah sebagaimana berikut.
1. Kepercayaan;
Merupakan sesuatu yang tumbuh atas dasar keyakinan akan suatu keandalan dan keluhuran karakter dan kepribadian. Kehandalan seseorang yang tidak dilandasi karakter yang luhur tidak akan menimbulkan suatu kepercayaan. Dalam kehidupan sehari-hari, kepercayaan ini diwujudkan dalam perilaku saling menghargai dan bekerja sama, serta tindakan yang jujur, tulus dan terbuka. Nilai kepercayaan dijawabarkan dalam dua perilaku utama, yakni “Saling menghargai dan bekerja sama” dan “Jujur, tulus dan terbuka”.

Perilaku saling mengargai dan bekerja sama
• Memperlakukan rekan kerja, pelanggan, dan semua pihak yang berkepentingan dengan penuh hormat dan santun.
• Menjaga komunikasi yang penuh empati di antara sesama rekan kerja sehingga tercipta saling pengertian dalam hubungan interpersonal.
• Menciptakan dan memelihara iklim lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman.
• Menjalankan amanah yang diberikan dengan penuh komitmen dan tanggung jawab sehingga tumbuh suatu kepercayaan yang langgeng.
• Menempatkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi maupun golongan.
• Menjalin kerja sama antar individu dan antar unit kerja untuk bersama-sama berupaya mewujudkan tercapainya tujuan organisasi.
• Saling memberikan bantuan dan dukungan yang positif terhadap sesama rekan kerja dan berkontribusi aktif untuk mencapai tujuan bersama.
• Menghormati perbedaan di antara para pegawai dan menjadikan perbedaan itu sebagai titik awal untuk mencapai sinergi.

Perilaku jujur, tulus dan terbuka
• Senantiasa berkata dan bertindak berdasarkan kebenaran, sesuai fakta dan kenyataan yang terjadi.
• Memelihara niat yang murni dan penuh kerelaan, bertindak semata-mata demi kepentingan yang terbaik bagi Bank Mandiri, tanpa pamrih dan tanpa ada maksud tersembunyi.
• Memelihara transparansi dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan, dengan memberikan informasi yang relevan secara benar, tepat dan akurat, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip pribadi dan kerahasiaan.
• Berani mengakui keterbatasan dan kesalahan, serta bersedia untuk melakukan perbaikan.
• Berani mengemukakan saran, pendapat dan kritik secara obyektif dan terbuka.

2. Integritas
Adalah suatu nilai yang memelihara satunya pikiran, kata dan perbuatan yang sesuai dengan hati nurani dan prinsip-prinsip kebenaran. Integritas diwujudkan dalam perilaku disiplin dan konsisten, serta perilaku berpikir, berkata dan bertindak terpuji, sesuai dengan prinsip moralitas yang menunjukkan adanya keluhuran karakter dan budi pekerti.

Disiplin dan Konsisten
• Bertindak menepati janji dan komitmen yang telah disepakati
• Mematuhi aturan, kebijakan dan prosedur di Bank Mandiri serta peraturan perundangan yang berlaku secara bijaksana dan dengan penuh tanggung jawab.
• Mengambil keoutusan secara bijaksana dalam berbagai situasi dengan tetap berpegang pada aturan dan kebijakan yang berlaku
• Memegang teguh prinsip dan pendirian yang kita yakini benar dan tidak mudah berubah meskipun berada dalam tekanan atau situasi sulit.

Berpikir, Berkata dan Bertindak Terpuji
• Memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita
• Bersikap adil dan bijaksana dalam segala situasi
• Bekerja dengan penuh dedikasi, melindungi kepentingan dan kehormatan pribadi dan Bank Mandiri serta selalu menjunjung tinggi kode etik profesi.
• Menghindari peluangg yang memungkinakan terjadinya benturan kepentingan
• Harus senantiasa berupaya untuk menjadi panutan dan teladan bagi orang lain dengan menjalankan apa yang kita ucapkan secara konsisten
• Menggunakan harta milik perusahaan dengan penuh tanggung jawab hanya untuk kepentingan Bank Mandiri.
• Tidak menggunakan informasi perusahaan untuk kepentingan pribadi maupun pihak ketiga tanpa persetujuan resmi dari Bank Mandiri.
• Mengambil keputusan secara obyketif dan bebas dari tekanan maupun pengaruh dari pihak manapun.
• Tidak menawarkan, memberikan ataupun menerima suap dalam bentuk apapun.

3. Profesionalisme
Profesionalisme merupakan suatu nilai yang mengedepankan keahlian dan kompetensi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Nilai profesionalisme diwujudkan dalam perilaku yang menjunjung tinggi kompetensi dan tanggung jawab serta komitmen untuk senantiasa memberikan solusi yang terbaik.

Kompeten dan Bertanggung Jawab
• Senantiasa mengembangkan tingkat kompetensi supaya dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan sesuai tuntutan profesi.
• Menetapkan standard yang tinggi sebagai tolok ukur keberhasilan kinerja dan dengan penuh tanggunng jawab berusaha mencapai standard kinerja yang telah ditetapkan.
• Senantiasa memelihara gairah dan semangat yang tinggi dalam bekerja.
• Menumbuhkan rasa ikut memiliki terhadap Bank Mandiri dan berani bertanggung jawab untuk setiap tindakan dan keputusan yang kita buat.
• Bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi bagi tercapainya visi dan misi Bank Mandiri.

Memberikan Solusi dan Hasil Terbaik
• Kita menyelesaikan pekerjaan secara tuntas dan akurat
• Bekerja secara cerdas, yaitu efisien dan efektif, memanfaatkan sumber daya secara optimal untuk mencapai hasil yang maksimal.
• Mengelola pekerjaan secara sistematis melalui proses perencanaan, pengorganisasian serta evaluasi dan pemamtauan secara berkesinambungan.
• Dalam upaya memberikan hasil yang terbaik, kita memiliki keberanian untuk mengambil risiko yang diperhitungkan secara cermat sehingga tidak akan mengorbankan kepentingan perusahaan.

4. Fokus pada Pelanggan/Customer Focus
Fokus pada pelanggan merupakan salah satu nilai utama yang melandasi sikap insan Bank Mandiri untuk senantiasa membina hubungan baik dengan pelanggan serta langgeng dan berkesinambungan. Pelanggan eksternal maupun internal Bank Mandiri merupakan mitra yang akan kita dukung untuk terus maju dan tumbuh secara konsisten dari waktu ke waktu. Untuk itu fokus pada pelanggan kita wujudkan dalam perilaku yang inovatif, proaktif dan cepat tanggap terhadap kebutuhan pelanggan serta mengutamakan kepentingan dan kepuasan pelanggan.

Inovatif, Proaktif dan Cepat Tanggap
• Selalu peka terhadap kebutuhan pelanggan dan proaktif untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan.
• Selalu inovatif dan berorientasi untuk memberikan solusi yang optimal untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
• Selalu fokus untuk memberikan layanan dengan nilai tambah spesifik yang dibutuhkan pelanggan.
• Bersikap empatik terhadap keluhan dan permasalahan pelanggan dan capat tanggap untuk dapat memberikan solusi terbaik untuk setiap keluhan nasabah.

Mengutamakan Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan
• Berupaya untuk memuasakan dan memberikan layanan prima yang melebihi harapan pelanggan, dengan tetap mempertimbangkan aspek risiko dan prinsip kehati-hatian.
• Kita berupaya untuk mengutamakan kepentingan pelanggan dengan tetap memperhatikan kepentingan Bank Mandiri.
• Memahami pelanggan secara utuh untuk dapat berperan sebagai mitra yang akan mendukung pelanggan untuk maju.
• Memberikan solusi yang tidak hanya sekedar memauaskan pelanggan tetapi mendorong pelanggan untuk tumbuh dan berkembang.
• Berupaya untuk senantiasa memelihara hubungan baik dengan pelanggan dalam jangka panjang dan memperhatikan perkembangan pelanggan dari waktu ke waktu.
• Menghargai kepentingan pelanggan dan menghormati prinsip pribadi dan kerahasiaan dalam hubungan dengan pelanggan.
• Senantiasa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan diri untuk dapat selalu memberikan layanan yang unggul kepada pelanggan.
• Sealalu bersikap ramah, sopan dan profesional dalam berinteraksi dengan pelanggan.
• Senantiasa berupaya untuk masuk dalam lingkungan pelanggan dan menjadi mitra yang dapat diandalkan setiap saat.


Proses Implementasi Budaya Kerja
Masalah implementasi budaya kerja baru bukan sekedar menempel plakat kemudian selesai. Budaya kerja suatu organisasi terbentuk melalui proses yang panjang dan berjalan tanpa henti selama organisasi menjalankan kegiatannya sehari-hari. Mengingat proses pembentukan budaya organisasi yang memakan waktu dan harus ditanamkan secara terus menerus, maka implementasi budaya kerja baru Bank Mandiri dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama dilakukan pada awal tahun 2005, adalah Disain Program, dimana pada tahapan ini juga dilakukan seleksi untuk memperoleh 240 orang trainer yang akan menjadi fasilitator dalam proses implementasi budaya kerja baru. Para trainer ini kemudian akan melatih sebanyak 1.200 orang yang akan menjadi agen perubahan yang ditempatkan di berbagai unit kerja dalam organisasi.
Tahap selanjutnya dilakukan penerapan budaya kerja baru, dimana para senior management melakukan road show untuk memperkenalkan dan mendiskusikan implikasi nilai-nilai baru terhadap budaya korpasi. Kunjungan-kunjungan ini diperkuat dengan komunikasi secara komprehensip yang mencakup semua staf Bank Mandiri melalui video, leaflet, jingle dan juga buku saku.
Segala aktivitas dari agen perubahan selalu dimonitor, untuk melihat efektivitas dari perubahan budaya kerja, sehingga diketahui kekurangan dan kekuatan dari proses sosialisasi tersebut. Ketiga tahapan ini diharapkan selesai pada akhir tahun 2006. Tahap ke tiga sebenarnya tidak pernah berhenti, dimana perubahan budaya organisasi merupakan proses yang tiada henti yang selalu ada evaluasi dan perkembangan. Sampai dengan saat ini proses tersebut masih dijalankan secara konsisten di seluruh kantor Bank Mandiri, baik di kantor pusat maupun kantor-kantor cabang di seluruh Indonesia.

Read More......

Perubahan Paradigma Administrasi Negara

1.Jelaskan secara singkat tentang paradigma lama administrasi Negara dan jelaskan tentang perubahan paradigma lama menjadi paradigma baru.
2.Kenapa program-program baik mengenai bantuan teknik maupun bantuan administrasi hasilnya tidak seperti yang kita harapkan? Jelaskan pendapat saudara dan beri contoh.

1. Merupakan awal perkembangan study Administrasi negara Dengan tokoh Wodrow Wilson yang terkenal dengan konsepnya yaitu Dikotomi Politik-Administrasi. Proses pembuatan kebijakan adalah proses politik sedangkan pelaksanaan kebijakan adalah proses administrasi.
Istilah publik dalam Administrasi Negara Lama diartikan sebagai negara sehinggga membuat administrasi negara terfokus pada organisasi dan manajemen internal dari aktifitas-aktifitas pemerintah, seperti anggaran negara, manajemen kepegawaian, dan pelayanan jasa.
Perkembangan paradigma administrasi Negara lama:
1) Paradigma 1: Dikotomi Politik dan Administrasi
2) Paradigma 2: Prinsip – Prinsip Administrasi
3) Paradigma 3: Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik
4) Paradigma 4: Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi
5) Paradigma 5: Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara
Muncul pada tahun 1970-an, Konsep ini merupakan kritik terhadap konsepparadigma administrasi negara lama. Pada dasarnya administrasi publik baru itu ingin mengetengahkan bahwa administrasi tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati, memperhatikan, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Frederickson (1971), seorang pelopor gerakan ini lebih tegas lagi menyatakan bahwa administrasi publik harus memasukkan aspek pemerataan dan keadilan sosial (social equity) ke dalam konsep administrasi. Ia bahkan menegaskan bahwa administrasi tidak dapat netral. Dengan begitu, 3 administrasi publik harus mengubah pola pikir yang selama ni menghambat terciptanya keadilan sosial. Kehadiran gagasan-gagasan baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru dalam ilmu administrasi.

2 Dalam menjelaskan program-program mengenai bantuan teknik maupun bantuan administrasi yang hasilnya tidak seperti yang kita harapkan, saya berikan contohnya secara langsung terkait program bantuan Tunai Langsung.
Secara operasional perundang-undangan sebagai dasar pijak pelaksanaan program BLT adalah sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kurun waktu 2004-2009, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang diantaranya memuat target penurunan angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Dimana target tersebut dianggap tercapai jika daya beli penduduk terus ditingkatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Wujud nyata dari orientasi RPJM ini dan didorong oleh membengkaknya subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) akibat dari meningkatnya harga minyak mentah di pasar Internasional, yang tentu pula mempengaruhi harga BBM dalam negeri sejak awal Maret 2005, kemudian mempengaruhi juga kenaikkan harga barang-barang pokok sehari-hari (Sembako), yang pada gilirannya memperlemah daya beli masyarakat, maka lahirlah Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 12 Tahun 2005, tentang “Bantuan Langsung Tunai kepada rumah tangga-rumah tangga miskin”, yang dikeluarkan pada tanggal 10 September 2005. Dimana pembahasan lebih lanjut pada taraf pelaksanaannya melalui Rapat koordinasi (Rakor) tingkat Menteri pada tanggal 16 September 2005, yang memandang bahwa pelaksanaan BLT sudah siap dilaksanakan, maka berlangsunglah program ini pada bulan Oktober 2005.
Tetapi Hasil dan realisasi program BLT banyak mengalami kendala-kendala, persoalan-persoalan bahkan kekurangan-kekurangan. Beberapa contoh tentang hasil dan realisasi itu dapat dilihat dalam beberapa kutipan sebagai berikut :
 “Bantuan Langsung Tunai Dipotong Rp.70.000,00 Untuk Pembuatan KTP dan Subsidi Silang. Belasan ribu keluarga miskin (gakin) yang ada di kota Tasikmalaya, Rabu (19/10) antre di beberapa kantor kelurahan untuk mencairkan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Beberapa warga menjelaskan, uang Rp.300.000,00 dipotong Rp. 70.000,00. Potongan tersebut, masing-masing Rp. 20.000,00 untuk keperluan pengurusan KTP dan kartu keluarga. Sisanya Rp. 50.000,00 untuk subsidi warga lain yang dianggap miskin tapi tidak mendapat BLT.
 “Kisruh Penyaluran Dana SLT (1). Mundur sebagai Ketua RT daripada Diamuk Massa. Karnoji sudah 29 tahun menjabat ketua RT 04 RW 03 di desa Pagejugan, kecamatan Brebes, kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Selama mengabdikan diri menjadi ketua RT, Karnoji tidak berharap gaji karena ia semata-mata ingin mengabdi. Akan tetapi, ketika pekan lalu, setelah sejumlah warganya mendatangi rumahnya dan melontarkan kata-kata kotor kepada dirinya, Karnoji pun tak tahan lagi dan memilih mengundurkan diri. Bersama empat ketua RT lainnya di desa yang sama, Karnoji menyerahkan stempel RT. Mereka mengaku tidak tahan dengan tuduhan warga, yang menyebut tidak akurat mendata warga yang menerima dana kompensasi BBM di wilayahnya. Daripada keselamatan keluarganya terancam, Karnoji memilih mundur sebagai ketua RT.
 “Pertaruhan PT Pos Indonesia. Tercatat enam orang rata-rata berusia 70 tahun meninggal dunia ketika sedang mengantre pencairan bantuan langsung tunai. Antre yang berujung kematian itu sungguh memilukan dan memalukan. Untuk menghindari kejadian ini terulang, PT Pos menentukan hari pengambilan BLT untuk setiap desa secara bergilir. Batas waktu pencairan diundur dari 15 Desember menjadi 31 Desember 2005.
Demikianlah gambaran Hasil dan realitas BLT dalam program pemerintahan SBY-JK, yang tidak sedikit memetik reaksi dan persoalan. Pola kebijakan pemerintahan SBY-JK seperti yang termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kurun waktu 2004-2009, yang mengedepankan upaya peningkatan daya beli masyarakat sebagai tujuan menjawab problem kemiskinan di Indoensia, yang kemudian melahirkan program BLT adalah sebuah pendekatan pemecahan problem kemiskinan yang sangat parsial, dan karena itu hanya mempersempit sebuah problem kemiskinan yang sebenarnya sangat luas jangkauannya. pengalaman realisasi program BLT di Indonesia yang mengandung banyak cacat nilai inilah, harus menjadi suatu pengalaman yang berharga untuk segala kebijakan pemerintah di masa depan agar menjadi lebih baik dan lebih menyentuh akar-akar persoalan dari problem kemiskinan itu.

Read More......

Pengembangan Organisasi Publik

Proses Perubahan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap organisasi. Organisasi akan selalu mengalami dinamika perubahan, baik yang disebabkan dari dalam maupun dari luar organisasi. Perubahan tidak harus terjadi begitu saja, namun perubahan harus mampu dikelola dengan baik. Pengelolaan perubahan diperlukan dalam rangka membantu proses perubahan menjadi lebih terarah. Apa itu perubahan organisasi, seperti apa saja itu model pengembangan organisasi, serta bagaimana contoh perubahan organisasi yang terjadi pada organisasi public dalam hal ini saya mengambil contoh PLN.Charles Darwin pernah mengatakan bahwa “Mereka yang berumur panjang bukanlah spesies yang terkuat namun mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan” Pernyataan tersebut bukan hanya berlaku pada makhluk hidup saja, namun berlaku juga bagi organisasi. Sebenarnya perusahaan pada dasarnya adalah sesosok makhluk hidup. Karena ia hidup maka ia dilahirkan, tumbuh, berkembang, sakit, tua, dan dapat mati seperti makhluk hidup lainnya. Jika ingin berumur panjang dan mampu bertahan hidup maka organisasi harus selalu adaptif terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan dan teknologi yang begitu cepat memaksa organisasi untuk menyesuaikan dirinya. Sudah banyak contoh organisasi atau perusahaan-perusahaan yang gagal dalam menyesuaikan dengan perubahan akhirnya tertinggal oleh pesaing-pesaingnya dan akhirnya mati. Namun sebaliknya organisasi-organisasi besar yang mau terus bergerak secara inovatif akan selalu mampu bertahan menyongsong perubahan.
Pengembangan Organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan bersama akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian. Pengembangan organisasi (PO) sebagai suatu disiplin perubahan perencanaan yang menekankan pada penerapan ilmu pengetahuan dan praktek keperilakuan untuk membantu organisasi-organisasi mencapai efektivitas yang lebih besar. Para manajer dan staf ahli harus bekerja dengan dan melalui orang-orang untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dan PO dapat membantu mereka membentuk hubungan yang efektif di antara mereka. Di dalam menghadapi akselerasi perubahan yang semakin cepat, PO diperlukan untuk bisa mengatasi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan tersebut.
Terkait Organisasi public yang sedang atau yang telah mengalami perubahan organisasi, saya mengambil satu contoh dari BUMN yakni PLN. Semenjak dikomandoi Dahlan Iskan, PLN tancap gas. Mantan bos media ini langsung menggagas gerakan tidak mati lampu. Tetapi fakta di lapangan mati lampu masih sering dijumpai. Namun, perubahan organisasi di PLN kentara terasa. Karakter Dahlan iskan dalam memimpin merembes pada karakter PLN. Misalnya, Dahlan siap dipenjara terkait penjaminan listrik. Ada dua hal yang tidak bisa dibantah dalam strategi perubahan organisasi. Pertama, perubahan organisasi adalah bicara perubahan budaya kerja yang ada dalam organisasi. Sebuah hal yang mustahil, organisasi bisa berubah kalau budayanya tidak berubah. Karena peran dan personality pemimpin adalah sangat menentukan budaya organisasi yang dipimpinnya; maka perubahan budaya sangat lekat denga perubahan pola kepemimpinan.
Kedua, seringkali perubahan organisasi sukses ketika ada pemimpin yang didukung dari ‘atas’ dan mampu menjangkau yang di ‘bawah’. Artinya pemimpin itu politically competent dalam mempertemukan beragam kepentingan yang bermain dalam organisasi. Di tengah beragam agenda yang dimiliki banyak elemen dalam PLN, Dahlan Iskan semestinya punya agenda sendiri yang dia mau jalankan. Apapun agenda itu, seharusnya agenda itu bisa membuat semua sepakat dengan Dahlan Iskan untuk merubah PLN menjadi penyedia jasa listrik yang memuaskan para pelanggannya.
Saat ini, beberapa citra PLN kita yang berkembang di mata masyarakat adalah sebagai perusahaan listrik yang tidak responsif, berorientasi produk, gagap teknologi, hubungan menang-kalah, staf yang tidak kompeten, organisasi yang tertutup. Gambaran negatif tentang PLN tersebut harus disadari dan disikapi oleh warga PLN melalui usaha untuk melakukan perubahan secara mendasar. Oleh karenanya PLN harus bisa melakukan Perubahan menjadi Sahabat Setia untuk Kemajuan yang proaktif dalam memberikan pelayanan yang handal, mampu memberikan solusi kepada pelanggan melalui hubungan menang-menang (win-win solution), staf yang kompeten, keterbukaan komunikasi serta berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Implementasi program perubahan yang telah dimulai 4 November 2009 lalu oleh Direktur Utama PLN merupakan tindak lanjut dari studi yang dilakukan dengan Corporate Strategy Refinement sebelumnya. Program ini akan merubah PLN menjadi perusahaan kelas dunia, bebas dari subsidi, menguntungkan, dan ramah lingkungan.
Untuk pelaksanaannya, Manajemen PLN telah membentuk Tim Metamorfosa PLN. Tugas utama Tim ini adalah sebagai katalisator untuk mendorong implementasi inisiatif stratejik dari 8 kelompok program yaitu :
1. Program Kapasitas dan Pendanaan: Optimalisasi dan integrasi manajemen kapasitas terpadu, penurunan capex pada pembangunan pembangkit baru, pencapaian sukses IPP, pembangunan geothermal.
2. Program Energi Primer: Peningkatan kemampuan organisasi pengelolaan energi primer, implementasi best practice untuk kontrak dan tender, strategi sourcing batubara dan gas.
3. Program Operational Excellence: Peningkatan kinerja operasi di sektor pembangkit, transmisi dan distri¬busi, penerapan manajemen strategi asset di pembangkit, transmisi dan distribusi.
4. Program Procurement Excellence: Implementasi pengadaan strategic oleh Tim Khusus (SWAT), pengembangan organisasi dan proses pengadaan strategic dengan pendekatan TCO.
5. Program Commercial Excellence: Implementasi program B2B untuk segmen pelanggan yang tidak diatur dalam regu¬lasi, perbaikan tingkat pelayanan bagi pelanggan sektor bisnis dan industri.
6. Program Manajemen Stakeholders dan Pengelolaan Regulasi: Pengembangan fungsi dan rencana pengelolaan regulasi, studi pelaksanaan UU Ketenagalistrikan.
7. Program Peningkatan Budaya Kinerja yang Tinggi & Kepemimpinan: Peningkatan Performance Management System berbasis kinerja, perencanaan SDM untuk mendukung kebutuhan PLN di masa depan, peningkatan program pengembangan karir, penyempurnaan struktur organisasi dan peningkatan kultur budaya menuju Good Corporate Governance (GCG).
8. Program Citra Positif: Membangun komunikasi strategis untuk meningkatkan citra PLN.
Program Metamorfosa PLN merupakan tanggung jawab insan PLN secara keseluruhan, karena itu seluruh karyawan PLN diharapkan mengetahui inisiatif ini dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada program perubahan untuk keberhasilan korporat. Tim Metamorfosa akan melakukan komunikasi guna meningkatkan pemahaman internal dan juga eksternal terutama terhadap para stakeholder kunci. Program metamorfosa, memang harus segera diimplementasikan ditengah persepsi buruk yang berkembang saat ini sehingga membuat citra PLN kian terpuruk di mata Pemerintah dan public.
Tidak ada sesuatu yang tidak berubah, semua pasti akan mengalami suatu perubahan. Begitu juga dengan organisasi, yang harus mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Dibutuhkan suatu perencanaan dalam proses perubahan, sehingga perubahan menjadi lebih terarah. Perubahan tidak menyarankan untuk menunggu sampai muncul dorongan yang kuat akan perubahan, namun kondisi organisasi yang selalu siap melakukan perubahan harus diciptakan. Segala penolakan dan hambatan untuk berubah harus dieliminir terlebih dahulu. Sehingga dengan begitu pemimpin perubahan akan lebih mudah menciptakan lingkungan yang lebih mendukung adanya perubahan. Melalui kombinasi tindakan strategi dengan fase organisasi dalam sigmoid curve dapat memberikan arahan dalam mengelola perubahan. Bagi seorang pemimpin, critical succes factor dapat menjadi landasan dalam mengelola perubahan. Dengan memperhatikan berbagai dimensi dalam perubahan tersebut diharapkan proses perubahan menuju kesuksesan.

Daftar Pustaka :
http://ediwibowo88.blogspot.com/2010/05/pendahuluan-1.html
http://susartono.staff.fisip.uns.ac.id/files/2010/05/Pengembangan-Organisasi-Publik.ppt
http://ezhascorpioboy.wordpress.com/2010/01/16/pandangan-baru-tentang-perkembangan-organisasi/
http://ssantoso.blogspot.com/2011/02/perubahan-organisasi-dalam-perspektif.html
http://p3bsumatera.pln.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=105:mari-berubah-metamorfosa-pln-menjadi-sahabat-setia-untuk-kemajuan&catid=35:berita

Read More......

Kepemimpinan

1.Macam elit/pemimpin yang muncul dalam suatu masyarakat atau di suatu daerah/wilayah berdasarkan empat problema fungsional (talcot Parson).
a. Goal Attachment (fungsi ketatanegaraan)
Bahwa seiring dengan perkembangan ketatanegaraan, secara umum yang terjadi di Indonesia telah banyak terjadi pemekaran wilayah. Antara lain munculnya propinsi baru, kabupaten baru, kecamatan baru, bahkan sampai pembentukan desa baru. Perubahan semacam itu menyebabkan munculnya kepemerintahan yang baru di daerah bentukan baru tersebut. Seperti kepala daerah baru, gubernur baru, camat, kepala desa dimana membutuhkan banyak perangkat pemerintahan. Sehingga hal ini menjadi alasan munculnya para pemimpin baru.

b. Adaptasi (fungsi ekonomi)
Perkembangan ekonomi yang terjadi sekarang ini telah banyak memunculkan aktivitas-aktivitas ekonomi baru. Perkembangan dari ekonomi tradisional menuju ekonomi modern yang terlihat dari terjadi penanaman modal dimana-mana (bahkan dari luar negeri/ asing ke dalam negeri dan ke daerah) sehingga terbentuklah pola tatanan ekonomi baru di masyarakat.
c. Integrasi dan pemeliharaan pola (fungsi hukum, parpol, kelompok kepentingan)
Proses integrasi dan pemeliharaan pola yang terjadi adalah di bidang hukum, politik dan kelompok kepentingan. Dalam bidang hukum ini semakin banyaknya para lulusan perguruan tinggi di bidang hukum, menyebabkan munculnya para pengacara, ahli hukum dan advokat baru dan juga para hakim. Dalam bidang politik pun demikian, munculnya partai baru semenjak reformasi tahun1998 tentunya juga memunculkan para petinggi/ elit partai. Beberapa partai baru antara lain partai demokrat, partai PDI perjuangan, partai keadilan sejahtera (PKS) dan lain sebagainya dimana pada akhirnya banyak munculah pemimpin baru elit partai politik mulai dari pemimpim umum. Selain itu, munculnya pemimpin pada kelompok atau perkumpulan ini terlihat semakin banyak berdirinya lembaga swadaya masyarakat (LSM) di tengah-tengah masyarakat yang berorientasi baik sosial maupun ekonomi
d. Perbedaan ketegangan (fungsi guru, ulama, seniman)
Guru, ulama dan seniman ini memiliki andil yang penting dalam kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Brebes. Hal ini terlihat dari pentingnya peran guru sebagai pencetak generasi muda pemimpin bangsa dengan mendidik anak-anak sekolah. Selain itu, ulama berperan sebagai pemimpin spiritual di masyarakat setempat yang berusaha untuk mengajarkan dan menerapkan ajaran dan pola-pola keagamaan di masyarakat. Sedangkan seniman ini turut memberikan andil dalam bidang kreatifitas dalam bidang kesenian daerah.

2. Analisislah kenapa sekarang ini elit kasunanan/ kasultanan tersingkir atau kenapa elit kasultanan lebih bisa bertahan dibandingkan elit kasunanan.
Ada 4 faktor jatuhnya elit :
1. Konservatisme
“Dalam politik, elit memiliki kecenderungan bahkan keharusan untuk mempertahankan kekuasaan. Pada sisi lain, konservatisme diperlukan untuk yang sudah mapan. Di sisi yang lain, elit juga harus peka terhadap perkembangan-perkembangan baru.
PascaSunan Pakubuwono XII ‘mangkat’ beberapa waktu lalu (11 Juni 2004), terjadi perebutan kekuasaan ‘siapa yang berhak menjadi raja’. Peristiwa perebutan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunegoro Sudibyo Raja Putra Narendra Mataran VIII atau disingkat Paku Buwono XIII, membuat kalangan kerajaan terpecah menjadi dua bagian, yakni antara pendukung Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi dan KGPH Tedjowulan.
Keduanya merasa mempunyai hak untuk menduduki tahta kerajaan. Peristiwa ini secara tidak langsung mengingatkan masyarakat Indonesia dengan ‘sejarah kelam’ yang terjadi pada 1755 lampau. Saat itu, terjadi peristiwa Perjanjian Giyanti yang memecah Dinasti Kerajaan Mataram menjadi dua bagian, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dahulu, perpecahan (perebutan kekuasaan) selalu dikaitkan dengan politik memecah belah atau devide et impera penjajah Belanda yang ingin menancapkan kekuasaan di Tanah Jawa. Namun, saat ini sulit dipungkiri, perpecahan didorong nafsu berkuasa para elit Kasunanan Surakarta.
Menurut beberapa kalangan, rebutan tahta ini sebenarnya tak akan terjadi kalau saja Paku Buwono XII mengangkat permaisuri. Sehingga, secara langsung putra mahkota adalah anak sulung dari permaisuri. Namun, semasa hidupnya, Paku Buwono XII hanya memiliki garwa ampil atau selir dengan 37 anak. Sejarawan Sumanto dalam suatu kesempatan mengatakan, alasan Paku Buwono XII tidak berpermaisuri bisa jadi karena Kasunanan Surakarta lebih berfungsi sebagai wilayah kebudayaan. Di luar kompleks keraton, kekuasaan raja tidaklah dominan.
KGPH Hangabehi adalah putra tertua Paku Buwono XII dari selir ketiga Gusti Raden Ayu (GRAy) Pradapaningrum. Karena itulah, Hangabehi merasa dirinyalah yang berhak memangku tahta kerajaan. Sementara itu, keluarnya Surat Keputusan Nomor Kep/01/2003 dari tiga pengageng, yakni Pengageng Parentah Keraton, Pengageng Putrasentana, dan Pengageng Parentah Kaputren, mengangkat KGPH Tedjowulan sebagai penerus tahta kerajaan Keraton Surakarta.Menurut versi KGPH Hangabehi, kapasitasnya sebagai putra lelaki tertua, berhak menjadi pengganti Paku Buwono XII. Karena menurut pandangan pihak Hangabehi, jika tidak ada putra mahkota atau putra yang ditunjuk secara langsung oleh raja pendahulu, maka putra lelaki tertualah yang berhak menjadi raja.
Di sisi lain KGPH Tedjowulan juga menganggap memiliki hak yang sama, karena telah diangkat oleh tiga pengageng Keraton. Menurut pandangan pihak Tedjowulan, bila tidak ada putra mahkota, maka tiga lembaga resmi keraton inilah yang berhak menentukan pengganti raja.
Siapapun elit yang nantinya terpilih akan mendapatkan tugas bagaimana mempertahankan keraton untuk tetap eksis di tengah-tengah masyarakat, karena untuk bisa diterima eksistensinya harus bisa mengikuti perkembangan-perkembangan terbaru yang ada pada masyarakat tetapi di sisi yang lain juga harus bisa mempertahankan tradisi budaya yang ada pada keraton.
2. Rutinitas Atribut
Pola rekrutmen elit kasunanan atau kasultanan untuk menduduki pengurus di level tersebut terkesan mengejar syarat bukan untuk mendapatkan kualitas.
Kualitas dan kapabilitas lembaga ini dinilai oleh banyak kalangan belum berjalan secara optimal.
Pangkal persoalan dari rangkaian panjang tersebut sebenarnya adalah pada rekrutmen elit. Kualitas elit kasunanan maupun kasultanan sangat ditentukan dengan bagaimana mekanisme rekrutmen. Bentuk rekrutmen dipengaruhi oleh Raja. Namun, apapun sistemnya rekrutmen dari partai politik tidak akan lepas dari dua proses, yaitu; menyusun kriteria yang akan menjadi kualifikasi untuk melakukan rekrutmen dan bagaimana meknisme rekrutmen yang akan dilakukan.Kriteria atau kualifikasi disusun berbentuk aturan atau persyaratan. Berkaitan dengan pencalonan elit, setidaknya ada kualifikasi yang harus dipenuhi, yaitu kualifikasi yang ditetapkan oleh kasunanan maupun kasultanan.
3. Hilangnya kepercayaan
Masyarakat umum lebih mempercayai pemerintahan modern yakni pemerintahan NKRI dalam mengurusi kepemerintahan Negara ini, karena pemerintahan kasunanan hanya terbatas mengurusi urusan dalam keratin saja dan untuk urusan di luar keraton tidak banyak member pengaruh. Hal ini akan berdampak pada eksistensi keraton di mata masyarakat yang notabene bisa sebagai factor penyokong tetap berdirinya para elit keraton itu sendiri.
4. Terputusnya Generasi
Terputusnya generasi ini terjadi ketika raja yang terdahulu tidak memiliki permaisuri yang mana, aturan dalam keraton jika raja yang terdahulu meninggal akan digantikan oleh putra raja. Tetapi ketika putra rajanya tidak ada akan terjadi perebutan tahta yang akan berakibat munculnya konflik.

Read More......